Thursday, September 10, 2009

Nonton Metallica 1993

Suatu hari enam belas tahun lalu, tepatnya 10 April 1993, bisa jadi merupakan hari yang tak terlupakan dalam hidupku. Hari itu aku nonton konser Metallica di Lebak Bulus. Pada masa itu jarang sekali ada band rock papan atas dunia mau manggung di Indonesia, mungkin itu yang membuat konser itu begitu istimewa - setidaknya bagiku.

Waktu itu aku sudah bekerja di Mojokerto, Jawa Timur. Tiket konser kelas festival (masih berupa voucher) aku beli di sebuah toko kaset di Tunjungan Plaza Surabaya sebulan sebelum hari konser.

Tanggal 9 April, hari Jumat, sehabis jumatan aku langsung kabur ke Surabaya setelah ijin ke atasanku dengan alasan ada kepentingan keluarga (keluarga besar metalhead..he..he..he), sebagai catatan: jaman itu hari sabtu masih merupakan hari kerja. Dari Surabaya langsung cari bis malam tujuan Jakarta.

Sampai Jakarta masih pagi buta, aku langsung menuju Blok M, masjid Faletehan. Sehabis sholat subuh masih sempat numpang tidur dan mandi di masjid itu. Tepat jam sepuluh, jam buka toko, aku langsung menukarkan voucher dengan tiket konser… begitu tiket di tangan, panggung Metallica serasa sudah di depan mata. Untuk killing time, aku berburu kaset dan CD yang sulit aku temukan di Jawa Timur. Karena akhirnya barang bawaan jadi bertambah dan dengan pertimbangan kepraktisan, aku putuskan untuk mengirim semua barang termasuk tas, peralatan mandi dan baju yang dipakai semalam ke Mojokerto lewat pos, hingga saat itu hanya pakaian yang menempel di badan saja yang tersisa.

Setelah dhuhur, karena gak ada kegiatan lagi, aku putuskan untuk menuju venue… stadion Lebak Bulus. Sampai sana ternyata sudah banyak teman sejawat, berkerumun dan sudah membentuk garis antrian. Menjelang sore, jam 4 atau 5, kami sudah diperbolehkan masuk setelah melewati pemeriksaan ketat pihak kepolisian, sebagian, termasuk aku, menjalani pemeriksaan bau mulut, mungkin untuk mendeteksi minuman beralkohol.... untung gak makan jengkol hari itu.

Di dalam stadion, panggung masih kosong, kami pun hanya duduk-duduk di rumput sambil nunggu jam pertunjukan. Untung di saat itu aku ketemu teman lama yang aku kenal ketika nonton Sepultura bulan Juli 1992 di Surabaya sehingga masa menunggu tidak terlalu menjemukan.

Pertemuan kembali ini lucu juga prosesnya, pertama kami cuma saling lihat, trus kata konfirmasi yang muncul dari mulutku “sepultura?” dia menjawab “iya... Surabaya kan?”... ha ha ha... seperti bahasa sandi 2 orang agen rahasia saja, teman yang satu ini memang tidak gampang dilupakan karena postur tubuhnya yang mirip sekali Diego Maradona. Akhirnya kami ngobrol kesana kemari seputar musik yang kami sukai ini, termasuk isu-isu konser yang akan datang (saat itu memang sedang santer isu Anthrax akan datang ke negeri ini setelah seorang penyiar radio di Surabaya sempat berwawancara via telepon dengan Frank Bello, si Franky ini bilang dia punya tante yang kawin sama orang Indonesia, makanya dia ingin sekali datang dan melihat Indonesia).

Menjelang mahrib, belum ada tanda-tanda kehidupan di atas panggung, saat itu kami sempat melihat asap tebal di luar stadion dan para kru bule berjajar di pinggir panggung sambil melihat ke arah luar stadion dengan wajah-wajah yang menunjukan kecemasan. Sedangkan kami yang gak bisa melihat apa yang ada di balik tembok hanya bisa menduga-duga apa yang sedang terjadi di luar.

Akhirnya jam 8-an pertunjukan dimulai dengan penampilan Rotor, yang disambut adem ayem oleh penonton, seingatku suara Djodi si vokalis gak kedengaran sama sekali sedangkan suara gitar sangat dominan... sempat kuatir juga jangan-jangan sound seperti ini juga akan terjadi di pertunjukan Metallica nanti.

Akhirnya Metallica pun tampil… jrengggggg… aku gak ingat urutan lagu-lagu yang dibawakan.. yang pasti lagu-lagu yang asyik buat lonjak-lonjak dan ber-head banging dimainkan semua… enter sandman, harvester of sorrow, seek and destroy, sad but true, master of puppet dan lain-lain, kekuatiranku terhadap sound system tidak terbukti, soundnya oke punya. Rasanya energi begitu berlimpah di stadion itu dan kami begitu larut di dalam lautan energi itu. Aku udah nggak tahu lagi kemana si maradona, rupanya karena sangat menikmati suasana sampai nggak sadar kalo kami sudah saling terpisah.

Selesai pertunjukan, di luar stadion aku baru menyadari apa yang telah terjadi, masih aku lihat puing-puing berasap dari bekas warung yang tadi siang masih ada di depan stadion. Polisi sudah berjajar membentuk pagar betis, keluar stadion kami diarahkan ke kanan (ke arah Pondok Indah), sesampai di perempatan arteri di arahkan belok kanan ke arah Fatmawati, itu pun gak boleh lewat jalan raya tapi tanah kosong di antara dua jalan arteri itu (yang sekarang sudah jadi jalan toll) dan sepanjang perjalanan kami diharuskan lari-lari - gak boleh jalan… ada beberapa yang kena tendang karena coba-coba jalan. Setelah sampai perempatan Fatmawati sudah aman, gak ada polisi.

Jalan Fatmawati Raya malam itu lengang banget, tidak ada yang lewat, tidak juga angkot dan metro mini, terpaksa aku jalan kaki ke Blok M, disini aku baru merasakan bahwa keputusan untuk mengirim semua barang bawaan lewat pos siang sebelumnya merupakan keputusan yang tepat. Sampai Blok M sudah jam 2 malam, untung masih ada bis yang ke Pulo Gadung (satu-satunya bis yang ada di terminal malam itu).

Dari Pulo Gadung aku langsung melanjutkan perjalanan ke timur, karena bis malam yang terusan udah gak ada terpaksa dengan cara estafet: Pulo Gadung-Cirebon, Cirebon-Semarang, Semarang-Solo dan Solo-Mojokerto. Menjelang Mahrib sudah sampai kembali di Mojokerto, benar-benar melelahkan perjalanan ini. Tetapi jika dibandingkan dengan kepuasan dan energi yang aku rasakan selama nonton konser itu, segala kelelahan itu gak ada artinya....

1 comment:

Unknown said...

Mantaaaaaap...

Saksi sejarah Metallica tour ke Indonesia neeeh...